Dewasa Dalam Interpretasi Hukum

 PENANEWS.WEB.ID




Oleh:


Buya. Adv. Assist. Prof. Dr. Hamdan Firmansyah, MMPd, MH, C.PFM, C.HRA, C.FR, C.NGT, CT, CMT, C.PSE, C.IJ, C.CC, C.PR, C.DMS, C.SPV, C.MGR, C.EO, C.MJ, C.BCS, C.CS, C.BHS, C.SS, C.LA, CA.HNR, C.Quant.MR, C.Qual.MR


Dosen Pascasarjana Institut KH. Ahamad Sanusi Sukabumi




Dewasa Interpretasi Hukum Nasional


´  Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata); batas usia dewasa adalah 21 tahun atau telah menikah.

´  Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; batas usia minimal adalah 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita.

´  UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; menetapkan batas usia minimal 19 tahun untuk pria dan wanita untuk dapat melangsungkan perkawinan.

´  Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris; batas usia dewasa adalah 18 tahun untuk urusan yang berkaitan dengan akta notaris.

´  Undang-Undang Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014: Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun.

´  Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum; batas usia dewasa untuk menjadi pemilih adalah 17 tahun atau sudah pernah menikah.


Perbedaan Usia Dewasa Menurut Undang-undang


´  17 tahun: Untuk hak pilih dalam pemilu

´  18 tahun: Batas kecakapan hukum untuk melakukan perbuatan hukum tertentu seperti pembuatan akta di hadapan notaris. Batas usia yang dianggap cakap bertindak secara umum di berbagai peraturan perundang-undangan

´  19 tahun: Batas usia minimum untuk menikah bagi laki-laki dan perempuan, sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (yang telah direvisi oleh UU No. 16 Tahun 2019)

´  21 tahun: Batas usia dewasa dalam konteks perdata, terutama yang merujuk pada ketentuan KUHPerdata. Dalam konteks hukum perdata lainnya, seseorang di bawah usia 21 tahun masih membutuhkan izin orang tua untuk melakukan perbuatan hukum tertentu


Pandangan Fikih Empat Madzhab


Fiqih Hanafi, usia dewasa seseorang yang telah mencapai usia 18 tahun bagi laki-laki dan 17 tahun bagi perempuan, atau telah mencapai kematangan fisik dan mental yang dibuktikan dengan kemampuan kecerdasan untuk mengurus diri sendiri, termasuk dalam hal pernikahan dan harta.


Fikih Maliki, dewasa (baligh) adalah ketika seseorang mencapai usia 18 tahun, baik laki-laki maupun perempuan, dan ditandai dengan munculnya tanda-tanda fisik seperti mimpi basah (bagi laki-laki) dan haid (bagi perempuan), atau telah mencapai usia akhir baligh meskipun tidak ada tanda fisik, serta memiliki kemampuan akal untuk membedakan baik dan buruk.


Fikih Syafi'i, dewasa (atau baligh) adalah kondisi ketika seseorang telah mencapai kedewasaan secara fisik dan mental, yang ditandai dengan tanda-tanda tertentu atau mencapai usia tertentu. Tanda-tanda baligh meliputi menstruasi (haid) bagi perempuan dan keluarnya sperma (mimpi basah) bagi laki-laki. Jika tanda-tanda fisik tersebut belum ada, usia maksimal kedewasaan menurut mazhab Syafi'i adalah 15 tahun untuk laki-laki dan perempuan.


Fikih Hambali, seseorang dianggap dewasa (baligh dan mukallaf) ketika sudah mencapai usia baligh, yang ditandai dengan keluarnya mani (mimpi basah) bagi laki-laki, haid bagi perempuan, atau mencapai usia tertentu. Seseorang yang telah baligh dan mampu berpikir dengan baik (tamyiz) dianggap mampu menjalankan tanggung jawab hukum dan agama.


Dewasa Interpretasi Hukum Islam


Menurut hukum Islam, dewasa (baligh) ditandai dengan dua kondisi utama: secara biologis ditandai dengan iktilam (keluar mani) bagi laki-laki dan menstruasi bagi perempuan. Kedua jenis kelamin: Tumbuhnya bulu-bulu pada tubuh juga merupakan tanda kedewasaan.


Kesimpulan


Terdapat perbedaan batasan usia dewasa antar undang-undang, yang dapat menimbulkan kebingungan dalam praktik hukum. Untuk menghindari konflik, perlu digunakan asas Lex specialist derogat legi generalis atau hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang umum. Misalnya, untuk urusan pernikahan, digunakan batas usia dalam undang-undang perkawinan, bukan KUHPerdata. Perlu adanya harmonisasi antar berbagai peraturan perundang-undangan agar menciptakan kejelasan dan kepastian hukum.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama